Artikel ini saya “temukan”
berlabel “Kompas 29 Januari 2011” dengan judul PBB : Dunia Butuh Revolusi’. Terus
terang, kata kata revolusi itulah yang menarik saya untuk kembali membacanya.
Sudah cukup lama memang tulisan ini dimuat, tapi rasa penasaran saya
mengalahkan itu semua. Barangkali kalau kita telaah saat ini, tidak akan
mengurangi makna yang terkandung dibalik fakta-fakta yang cukup menarik tentang
dunia yang sama-sama kita cintai ini.
Di awal tulisannya dinyatakan
demikian, “Davos, jumat - Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa Ban
Ki-moon mendesak para pemimpin negara dan korporasi dunia untuk benar-benar
serius menemukan inovasi ekonomi demi menyelamatkan Planet Bumi. Menurut Ban,
model ekonomi yang dijalankan saat ini sudah sangat usang, terbukti merusak
lingkungan, dan dunia kehabisan waktu jika tidak segera melakukan sesuatu.”
Ada satu “kehawatiran” yang
terungkap dari pernyataan Sekjend PBB saat itu, harus segera dilakukan sesuatu,
katanya.
Berikutnya Ban menekankan,
jika model ekonomi baru, yang berkelanjutan dan bisa ditopang planet ini, tak
segera ditemukan, dunia sama saja sedang menyepakati ”pakta bunuh diri global”.
Panel diskusi itu diadakan
pada Forum Ekonomi Dunia (World Economic Forum/WEF) yang juga menampilkan panelis Presiden
Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono, Presiden Meksiko Felipe Calderon, CEO
jaringan supermarket Walmart Mike Duke, dan pendiri Microsoft Bill Gates
Jim Balsillie, salah satu CEO
Research in Motion (produsen telepon pintar Blackberry), mengatakan, teknologi
saja tak cukup untuk memecahkan masalah bagaimana mempertahankan pertumbuhan
ekonomi tanpa meningkatkan dampak terhadap lingkungan. ”Kita harus memikirkan
kembali (model) ekonomi di tingkat paling dasar,” tutur Balsillie.
Presiden Yudhoyono mengatakan,
Indonesia
saat ini berusaha menanam satu miliar pohon per tahun untuk mempertahankan
hujan hutan tropis demi membantu mengurangi dampak pemanasan global. Meski
demikian, Presiden menolak gagasan bahwa negara-negara berkembang harus melepas
cita-cita menjadi sama kaya dengan negara-negara maju demi menyelamatkan bumi.
Bill Gates mengamini
pernyataan Yudhoyono ini dengan mengatakan, ”Dunia akan menjadi tempat yang
tidak adil apabila kita menyuruh orang-orang (di negara berkembang), untuk
menggunakan energi yang lebih sedikit daripada rata-rata warga Eropa.”
Dilema yang kemudian muncul
adalah di satu fihak negara-negara berkembang dengan pertumbuhan ekonomi yang
sedang tinggi-tingginya, seperti China dan India, menolak adanya perjanjian
pengurangan emisi gas rumah kaca yang bersifat mengikat dan wajib.
Mereka beralasan, perjanjian
seperti itu akan mengganggu pertumbuhan ekonomi mereka, yang masih dibutuhkan
untuk membebaskan rakyat mereka dari kemiskinan.
AS, negara maju yang menjadi
salah satu penyumbang emisi gas rumah kaca terbesar di dunia, memanfaatkan
kesempatan itu dengan mengatakan, pihaknya baru akan mempertimbangkan
perjanjian yang mengikat setelah China dan India melakukan hal yang sama.
Jadi perdebatan di forum dunia
yang membahas nasib dunia kita bersama ini menjadi tak jelas ujung pangkalnya.
Padahal forum ini diikuti tak kurang dari 2.500 tokoh politik dan bisnis dari
seluruh dunia, termasuk para pemimpin negara dan bos-bos perusahaan dunia.
Sehingga banyak kalangan
menilai pertemuan-pertemuan semacam ini hanya menghasilkan omong kosong belaka.
Lalu forum mana lagi yang bisa
diharapkan menghasilkan satu solusi yang jitu untuk “menyelamatkan” planet bumi
yang sama-sama kita cintai ini?
Sementara perbedaan pendapat
terus menghantui forum-forum dunia seperti itu, perusakkan lingkungan terus
berlanjut.
Jadi revolusi semacam apa yang
seharusnya dilakukan untuk menyelamatkan bumi kita ini? Dan siapa yang sanggup
menjadi pemegang komandonya, jika itu kemudian akan dilaksanakan?
Di Forum itu, Perdana Menteri
Inggris David Cameron menegaskan, kebijakan penghematan anggaran negara yang
dilakukan di Inggris telah menunjukkan hasil positif, dan mengajak seluruh
negara Eropa menuruti jejak Inggris untuk keluar dari krisis ekonomi.
Sebaliknya, Menteri Keuangan
AS Timothy Geithner berpendapat, pemotongan anggaran negara yang tiba-tiba dan
drastis adalah ”langkah tak bertanggung jawab”. ”Kami tak akan melakukan itu,”
kata Geithner.
Jadi sampai dengan hari ini, Mei
2013, setelah dua tahun lebih diskusi itu berlalu, apa yang sudah dilakukan
pemimpin-pemimpin dunia, tokoh-tokoh politik dan bisnis dunia untuk
menyelamatkan dunia ini?
No comments:
Post a Comment